Anak Bermain Gadget
Sudah sangat umum, kita mendapati fenomena anak usia dini bermain smartphone. Anak bermain gadget dengan durasi tak terbatas. Konten-konten yang diakses anak lepas dari pengawasan orang dewasa. Menghadapi kondisi seperti itu tak sedikit orang tua yang mulai kewalahan. Merasa habis akal untuk menertibkan anaknya yang berlebihan bermain gadget.
Hal demikian dialami banyak orang, keponakanku pun mengalaminya, Kayla Sabrina Bashir. Kayla salah satu dari banyak anak yang belum bisa tertib waktu saat bermain gadget. Bahkan terkadang Kayla bisa bermain dan akan berhenti hanya ketika baterai gadgetnya habis. Saya, nenek Kayla, dan tantenya sudah mencoba untuk mengingatkan agar menghabiskan sedikit waktu saja ketika bermain gadget. Bahkan sudah beberapa cara dilakukan, seperti membuat tipuan mata berdarah karena bermain gadget, mengancam membatalkan janji untuk membelikan mainan baru, menghentikan paksa dan merebut gadget dari tangannya, dan lainnya.
“Key.. udahlah nak main HPnya!,” seru tantenya.
Kayla pun tak bergeming, hening tak memperdulikan.
“Kayla!! Udahlah,” pekik tantenya.
“Orang baru bentar pun,” Jawab Kayla sambil mengerut.
Tante dan neneknya mulai kehabisan akal menghadapi situasi itu, sehingga nenek dan tante justru makin lama makin tak bersemangat dari upayanya. Tak jarang karena perasaan kesal atas kegagalan menertibkan. Nenek dan tante Kayla justru melarang bermain gadget dengan emosi tak terarah. Kayla pun menjadi merasa dihakimi atas itu. Ia akan merasa dirampas kebebasannya bermain gadget, sehingga ia akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kesenangannya. Terkadang Kayla mengumpat karena gadgetnya diambil paksa atau membasti benda-benda yang ada di dekatnya.
Melihat kenyataan itu, saya teringat pada teknik-teknik parenting yang pernah saya pelajari melalui sosial media, seminar, maupun buku. Khususnya teknik untuk menertibkan anak. Ialah teknik menertibkan dengan membuat kesepakatan dengan anak sebelum melakukan aktivitas. Dalam kasus Kayla secara khusus aku menerapkannya pada upaya mendisiplinkan durasi bermain gadgetnya, guna waktu bermainnya tidak berlebihan dan konten yang diakses dapat dikontrol.
Setelah kami memiliki satu kesepakatan, sayya tak serta merta memberikan gadget yang dimintanya. Saya masih berusaha mendapatkan kesepakatan berikutnya, yaitu kesepakatan waktu penggunaan. Pada tahapan ini, saya sudah mengambil gadget dan menampilkan pada Kayla gadget yang ia minta, lalu mengajaknya untuk melihat jam dinding. Disana saya meminta Kayla menyebutkan posisi jarum panjang jam di posisi angka berapa. Setelah ia mampu menjawab, barulah saya tanyakan padanya ingin bermain gadget sampai jarum panjang jam berada di posisi angka berapa. Jika jawaban kayla terlalu lama, maka saya akan menawarnya dan begitu juga sebaliknya hingga kami bersepakat. Di tahap itu, saya dan Kayla menghasilkan beberapa kesepakatan. Satu durasi yang boleh ia pakai untuk bermain gadget. Kedua, selama durasi waktu yg disepakati saya tidak akan mengganggu atau menghentikan ia dari bermain gadget.
Tentu saya sebagai “orang tua” harus mampu memegang kesepakatan, agar anak juga mendapat tauladan. Ternyata dengan teknik itu, saya bisa leboh mengontrol emosi, dan bahkan menahan untuk melakukan tipu-tipuan untuk menertibkan Kayla bermain gadget. Kayla pun demikian. Ia juga tidak lagi bersikap tantrum, marah-marah atau berontak seperti sebelumnya. Bahkan tidak lagi membanting benda di dekatnya saat saya menghentikan dia bermain gadget. Itu semua karena kesepakatan yang kami buat, sebelum Kayla bermain gadget.
Dalam upaya menertibkan anak yang bermain gadget tak terkontrol, salah satu teknik parenting dengan menggunakan “Kesepakatan” bersaman dengan anak, ternyata terbukti mampu mengendalikan Kayla dalam bermain gadget dan membuat saya sebagai “orang tua” mudah mengendalikan situasi yang dialami Kayla dan juga sekaligus memberikan dampak positif pada perkembangan emosinya. Karena di momen saya mengajaknya membuat kesepakatan, ia punya ruang untuk bicara dan bersepakat dengan orang yang lebih dewasa dari dirinya.
Dalam penerapan teknik tersebut, saya harus bisa konsekuen dengan kesepakatan yang ada, agar anak bisa memiliki kesadaran akan aturan bermain gadget. Anak juga akan punya role model dalam membangun kedisiplinan dan tanggung jawab. Anak akan memiliki kesempatan terhubung lekat dengan orang tua, saat orang tua mau duduk dan mau mendengarkan anak.
Best Practice Parenting, Arbi zulham.
#Literasi #keluarga #anakmainhp #gadgetanak #parenting #digital
BANDUNG, WWW.PASJABAR.COM — Sejumlah anak bermain game online bersama melalui Handphone, di Gang Babakan, Kel. Gegerkalong, Kota Bandung, Rabu (14/7/2021). Fenomena anak kecanduan gadget baik bermain game online ataupun bersosial media hingga lupa waktu bisa berdampak buruk bagi kesehatan anak, serta peran penting perhatian orang tua dalam membatasi anak bermain gadget. (foto : eci/pasjabar)
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our
Selanjutnya, tips mudah yang ketiga untuk membatasi anak bermain gadget ialah dengan memberi contoh dari perilaku orangtua terhadap anaknya. Sebagai agen sosialisasi yang pertama, anak akan mengalami proses ‘meniru’ dari perilaku orangtua. Maka dari itu, jika orangtua menginginkan agar anak bisa berhenti atau mengurangi penggunaan gadget, orangtua perlu mencontohkannya terlebih dahulu.
Apa yang dilakukan orangtua dan dilihat oleh anak biasanya akan ditiru dan dianggap sebagai sesuatu yang boleh dilakukan. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua memberikan contoh yang baik terlebih dahulu, dimulai dari tidak menggunakan ponsel secara sering di rumah.
Hanya terisolasiMengecualikan Terisolasi
Let’s watch this show on the app!
Scan this QR to download the Vidio app.
©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.
Berdasarkan data BPS, jumlah pengguna gadget untuk anak usia dini di Indonesia sebanyak 33,44%, dengan rincian 25,5% pengguna anak berusia 0-4 tahun dan 52,76% anak berusia 5-6 tahun. Hal ini tidak menutup kemungkinan dapat memicu kecanduan gadget pada anak. Kecanduan gadget pada anak menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan di era digital ini. Menurut survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia, lebih dari 71,3% anak usia sekolah memiliki gadget dan memainkannya dalam porsi yang cukup lama dalam sehari serta sebanyak 79% responden anak boleh memainkan gadget selain untuk belajar. Anak-anak yang menghabiskan terlalu banyak waktu di depan layar sering kali mengalami berbagai masalah, mulai dari gangguan tidur, penurunan prestasi akademik, hingga masalah sosial dan emosional.
Penggunaan gadget pada anak menjadi perhatian karena dapat memicu kecanduan dan berdampak negatif pada perkembangan fisik, mental, dan sosial mereka. Anak-anak yang kecanduan gadget cenderung mengalami masalah dalam konsentrasi, perkembangan bahasa, dan keterampilan motorik. Frekuensi penggunaan gadget yang lebih tinggi dikaitkan dengan penurunan kecerdasan verbal dan peningkatan volume otak yang lebih kecil setelah beberapa tahun yang berpengaruh pada pemrosesan bahasa, perhatian, memori, fungsi eksekutif, fungsi emosional dan penghargaan.
Lantas mengapa anak bisa kecanduan gadget? Anak bisa kecanduan gadget karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internalnya berasal dari perspektif fisiologis yakni penggunaan gadget yang dapat merangsang pelepasan dopamin di otak, yang dikenal sebagai “hormon kebahagiaan” karena perangkat ini menawarkan hiburan yang instan dan menarik. Game, media sosial, dan video online menyediakan stimulasi visual dan interaksi yang terus menerus, membuat anak merasa terhibur dan terikat. Selain itu, gadget dapat membuat anak merasa lebih terhubung secara sosial, meskipun sebenarnya interaksi yang mereka alami mungkin kurang mendalam dibandingkan dengan interaksi tatap muka. Gadget menyediakan cara yang mudah untuk mengakses hiburan dan interaksi sosial. Banyak anak menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan teman-teman mereka melalui media sosial atau aplikasi pesan instan lainnya.
Untuk faktor eksternal berasal dari kurangnya pengawasan dan batasan dari orang tua maupun caregiver anak. Banyak orang tua yang memberikan gadget kepada anak sebagai cara mudah untuk mengalihkan perhatian mereka atau sebagai hadiah. Padahal, tanpa pengaturan waktu yang jelas, anak bisa dengan mudah terjebak dalam penggunaan yang berlebihan. Tidak adanya alternatif kegiatan yang menarik di luar penggunaan gadget juga memperburuk situasi, membuat anak cenderung lebih memilih bermain dengan gadget daripada melakukan aktivitas lain yang lebih bermanfaat.
Untuk mengatasi kecanduan gadget pada anak, perlu adanya upaya terpadu dari orang tua dan lingkungan sekitar. Orang tua merupakan orang terdekat anak yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumah memiliki tugas untuk mengontrol dan mengawasi penggunaan gadget, seperti menetapkan aturan yang jelas mengenai waktu penggunaan gadget, termasuk durasi harian dan waktu tertentu di mana gadget tidak boleh digunakan, seperti saat makan dan sebelum tidur.
Menurut survey KPAI, masih ada sebanyak 79% orang tua yang tidak menerapkan peraturan penggunaan gadget kepada anak. Padahal, orang tua perlu konsisten dalam menerapkan batasan waktu dan memberikan contoh dengan mengurangi penggunaan gadget di hadapan anak. Hal ini penting untuk dilakukan agar ada aturan jelas yang membantu mencegah terjadinya konflik di dalam keluarga. Ketika semua anggota keluarga memahami dan setuju dengan aturan yang diterapkan, anak-anak lebih mudah menerima batasan yang diberikan. Konsistensi dalam penerapan aturan ini memberikan panduan yang stabil dan mengurangi kebingungan atau frustrasi anak-anak tentang kapan mereka boleh menggunakan gadget.
Orang tua atau caregiver anak harus bisa menciptakan lingkungan yang mendukung kegiatan fisik dan sosial seperti bermain di luar, mengikuti klub hobi, atau berinteraksi dengan teman sebaya. Kegiatan seperti ini tidak hanya membantu anak mengalihkan perhatian dari gadget tetapi juga berkontribusi pada perkembangan fisik dan emosional mereka. Selain itu, menyediakan alat-alat permainan yang kreatif, seperti bola, sepeda, atau bahan seni dan kerajinan dapat mendorong anak-anak untuk lebih aktif dan terlibat dalam aktivitas non-digital. Dengan terlibat dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat, anak-anak akan belajar menikmati dunia di luar layar dan mengembangkan keterampilan serta minat baru yang dapat memperkaya pengalaman hidup mereka.
Selanjutnya, penting bagi orang tua untuk berkomunikasi secara terbuka dengan anak mengenai dampak negatif dari penggunaan gadget yang berlebihan. Hasil penelitian menegaskan bahwa cara orangtua dalam menanggulangi anak dari kecanduan gadget diantaranya adalah dengan cara pendampingan, pengawasan dan komunikasi terbuka. Edukasi tentang kesehatan digital, termasuk risiko kesehatan mata, gangguan tidur, dan dampak sosial dapat membantu anak memahami pentingnya membatasi waktu layar.
Terakhir, orang tua juga dapat menggunakan pendekatan positif dengan memberikan penghargaan atau insentif bagi anak yang berhasil mengurangi penggunaan gadget dan melakukan kegiatan alternatif yang lebih sehat. Penghargaan ini bisa berupa pujian, hadiah kecil, atau aktivitas spesial bersama keluarga. Selain itu, orang tua harus menjadi teladan dengan mengatur penggunaan gadget mereka sendiri secara bijak, menunjukkan bahwa waktu bersama keluarga dan aktivitas non-digital sangat bernilai. Dengan pendekatan yang konsisten dan positif, anak-anak akan lebih termotivasi untuk mengadopsi kebiasaan digital yang sehat dan seimbang, membuat rutinitas harian yang menyenangkan dan bebas gadget, seperti membaca buku bersama sebelum tidur atau berjalan-jalan di sore hari juga dapat memperkuat kebiasaan baik ini.
Dengan pendekatan yang tepat, kecanduan gadget pada anak dapat diatasi secara efektif. Konsistensi dalam menetapkan aturan, memberikan contoh yang baik, serta menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas non-digital adalah kunci untuk membantu anak mengembangkan kebiasaan yang lebih sehat dan seimbang. Mengatasi kecanduan gadget memang bukan hal yang mudah, namun dengan kesabaran, komitmen, dan kerjasama antara orang tua dan lingkungan sekitar, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang lebih seimbang dan produktif di era digital ini. Dengan demikian, mereka akan mampu memanfaatkan teknologi secara bijak dan tetap menikmati dunia nyata yang penuh dengan pengalaman berharga dan interaksi sosial yang bermakna.
Penulis : Regizki Maulia
Photo by Jessica Lewis 🦋 thepaintedsquare on Pexels
Rabu, 06 November 2024 | 11:11 WIB